Selasa, 15 April 2014

DharmaWacana_Hari Raya Kajeng Kliwon



Om Svastyastu,
Om Avighnam Astu Namo Siddham
Om Anno Bhadrah Krattavo Yantu Visvattah
              Sebelumnya, marilah kita sama-sama menghaturkan sembah sujud bhakti kita kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang maha Esa), karena atas Asung Krta Wara Nugraha Beliaulah kita dapat berkumpul bersama-sama dalam acara rutin kita ini dengan tiada kekurangan satu apapun.
Sebelum lebih jauh Bapak berbicara, terlebih dahulu Bapak akan menyampaikan tema dharma wacana yang akan Bapak sampaikan. Adapun tema dharma wacana kali ini adalah “Hari Raya Kajeng Kliwon”
Tema ini sengaja Bapak angkat, mengingat dan melihat fakta-fakta dilapangan, dimana hari kajeng kliwon sangat ditakuti oleh masyarakat bali  Dari permasalahan ini, maka akan timbul pertanyaan-pertanyaan semisal,
“ apa itu hari raya kajeng Kliwon ?
“Kenapa hari kajeng kliwon ditakuti atau dikeramatkan?
Anak-anak yang bapak banggakan,..
Bapak ingin bertanya terlebih dahulu, Apa itu hari raya ?
Apakah hari Kajeng Kliwon merupakan hari raya agama hindu ?
Mungkin kalian sedikit banyak telah memahami pengertian apa itu hari raya dan mungkin sudah sering merayakan hari raya .

Anak-anak yang bapak banggakan,..
Hari raya merupakan hari yang sangat di istimewakan di mana di dalam hari raya semua umat hindu mengucapkan raya syukur dan bhakti kepada ida sang hyang widhi wasa karena kita di berikan anugrah kesalamatan,kesehatan,sekaligus reseki , maka dari itu kita harus bersyukur kepada tuhan atas segala anugrah yang beliau berikan kepada kita .
Anak-anak yang bapak sayangi ,,
Apakah kajeng kliwon merupakan hari raya agama hindu ?
Jawabannya…? Iaaaaaaa
Dimana Hari Kajeng Keliwon yang  datangnya 15 hari sekali. Upacara dan upakara-upakara yang wajîb dilakukan pada hari Kajeng Keliwon ini, hampir sama dengan upacara dan upakara Keliwon yang dilakukan pada hari Keliwon.
Hanya saja segehan-segehannya bertambah dengan nasi-nasi kepel lima warna, yaitu: merah, putih, hitam, kuning, brumbun
Tetabuhannya adalah tuak/ arak berem. Di bagian atas, di ambang pintu gerbang (lebuh) harus dihaturkan canang burat wangi dan canang yasa. Semuanya itu dipersembahkan kepada Ida Sang Hyang Durgha Dewi. Di bawah / di tanah dihaturkan segehan, dipersembahkan kepada Sang Butha Bucari, Sang Kala Bucari, dan Sang Durgha Bucari.
          Kajeng Kliwon sendiri termasuk dalam upacara Dewa Yadnya yang memiliki arti upacara memberikan korban suci sebagai pesembahan yang tulus dan ikhlas kepada Sanghyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa) beserta seluruh manifestasinya. Dengan adanya pengorbanan suci itu, dipercaya bahwa sang dewa akan melindungi segenap manusia yang melakukan persembahan dan bahkan memupuknya dengan kesejahteraan.
Upacara Kajeng Kliwon merupakan upacara pemujaan kepada Sanghyang Siwa yang dipercaya di hari tersebut sedang melakukan semedi. Umat Hindu sendiri begitu meyakini bahwa Kajeng Kliwon begitu berarti dan begitu suci sehingga dianggapnya keramat dan makanya harus dilakukan perayaan berupa upacara. Dalam setiap 210 hari sekali hari Kajeng Kliwon khusus yang disebut dengan Pemelastali atau Watugunung Runtuh.
               Pada hari Kajeng Kliwon umat Hindu di Bali menghaturkan sesajen dan persembahan kepada Sang Hyang Dhurga Dewi, sedangkan di tanah, sesajen dan persembahan dihaturkan kepada Sang Bhuta Bucari, Sang Kala Bhucari dan Sang Durgha Bucari.
Adapun sesajen yang diberikan hampir mirip dengan upacara kliwon yang biasa dilakukan pada hari Kliwon biasa. Yang membedakannya sesajen pada hari Kajeng Kliwon ditambahi dengan nasi kepel lima warna yakni merah, hitam, putih, kuning, dan cokelat.
Pada bagian atas, diambang pintu gerbang harus dihaturkan canang burat wangi dan canang yasa. Dengan sesajen yang dipersembahkan ini  diharapkan rumah tangga dan anggota keluarga mendapatkan keselamatan, selain itu juga sebagai ungkapan rasa terima kasih atas apa yang telah diberikan Sang Hyang Widhi.
         Kajeng Kliwon adalah peringatan hari turunnya para bhuta untuk mencari orang yang tidak melaksanakan dharma agama dan pada hari ini pula para bhuta muncul menilai manusia yang melaksanakan dharma.
Rerainan Kajeng kliwon diperingati setiap 15 hari sekali yang pada saat itu kita menghaturkan segehan manca warna sebagaimana yang disebutkan dalam mitologi kajeng kliwon.
Dalam mitologi tersebut juga dijelaskan maksud dan tujuan menghaturkan segehan manca warna ini yang merupakan perwujudan bhakti dan sradha kita kepada Hyang Siwa (Ida Sang Hyang Widhi Wasa) yang telah mengembalikan (Somya) Sang Tiga Bhucari.
Berarti dengan segehan tersebut, kita telah mengembalikan keseimbangan alam niskala dari alam bhuta menjadi alam dewa (penuh sinar), sedangkan
  • Sekalanya kita selalu berbuat Tri Kaya Parisudha, dan 
  • Niskalanya menyomyakan bhuta menjadi dewa
dengan harapan dunia ini menjadi seimbang. 
Sebagaimana dijelaskan pula bahwa, saat malam kajeng kliwon sering dianggap sebagai malam sangkep leak yang pada umumnya sebagaimana disebutkan, pada malam kajeng kliwon ini para shakta aji pangliyakan akan berkumpul mengadakan puja bakti bersama untuk memuja Shiva, Durga dan Bhairawi. Hal ini biasanya dilaksanakan di Pura Dalem, Pura Prajapati atau di Kuburan.
Sehingga pada saat kajeng kliwon, dalam babad bali disebutkan agar dapat melaksanakan upacara yadnya yang hampir sama dengan upacara Keliwon biasanya, hanya saja segehan-segehannya bertambah dengan nasi-nasi kepel lima warna, yaitu: 

  • merah, 
  • putih, 
  • hitam, 
  • kuning, 
  • brumbun 
Tetabuhannya adalah tuak / arak berem. Di bagian atas, di ambang pintu gerbang (lebuh) harus dihaturkan,
Semuanya itu dipersembahkan kepada Ida Sang Hyang Durgha Dewi. Di bawah / di tanah dihaturkan segehan, dipersembahkan kepada Sang Tiga Bhucari :
  1. Sang Butha Bucari, 
  2. Sang Kala Bucari, dan 
  3. Sang Durgha Bucari.
Sehingga adanya peringatan dan upacara yadnya pada hari kajeng kliwon ini, dengan harapan bahwa baik secara sekala maupun niskala dunia ataupun alam semesta ini tetap menjadi seimbang.

II.Kenapa Hari Kajeng kliwon dikeramatkan ?
 Rahinan Kajeng Kliwon dibali begitu ditakuti dan dikeramatkan karena pada hari itu adlah hari yang dipergunakan untuk berbuat ugiq (sejenis desti,pengeleakan ,teluh dan sebagainya). Dunia magic/pengeakan dibali dari sumber-sumber yang dapat dipercaya berasal dari sejarah cerita “calonarang”
Di bali penestian atau pengeleakan ( ilmu ugiq ) di hidupkan atau dilakukan pada waktu rahinan kajeng kliwon.karena pada hari itulah bangkitnya para bhuta kala (bhebutan).
Anggapati yang bersemayam dan menghuni tubuh manusia atau mahluk lainya, sebagai makanannya maka dia boleh memangsa/menggangu manusia apabila keadaaannya sedang lemah atau dikuasai oleh nafsu angkara murka. Maka tidaklah mengherankan apabila ada orang yang sampai membunuh saudara ,bapak,ibu karna gelap mata ,karena pada saat itu dia dikendalikan oleh bhuta kala.
Maka dari itu untuk mengendalikan atau menetralisir hal tersebut maka umat di anjurkan untuk melakukan pengendalian diri berupa semadi /meditasi dan tapa brata yoga dan pada waktu hari kajeng kliwon biasanya menghaturkan banten segehan/blabaran dan mendalami ajaran-ajaran agama dan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Anak-anak yang bapak banggakan,..
Ilmu pengetahuan itu, sifatnya tidak seperti memakan cabai, sekarang dimakan sekarang pedas. Jadi sekarang kita belajar, tidak harus sekarang guna dari ilmu itu kita pergunakan, akan tetapi kelak dalam kehidupan yang akan kalian jalani lebih lanjut lagi.
Disamping belajar, siswa juga harus membiasakan diri untuk melaksanakan brata (pengendalian diri) sehingga tidak  melakukan tindakan-tindakan yang menyimpang dimana dapat membutakan mata hati dan pikiran kita dan agar tidak sampai melakukan tindakan yang tidak di inginkan .


















Tidak ada komentar:

Posting Komentar