Om Svastyastu,
Om Avighnam Astu Namo Siddham
Om Anno Bhadrah Krattavo Yantu Visvattah
Sebelumnya,
marilah kita sama-sama menghaturkan sembah sujud bhakti kita kehadapan Ida Sang
Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang maha Esa), karena atas Asung Krta Wara Nugraha
Beliaulah kita dapat berkumpul bersama-sama dalam acara rutin kita ini dengan
tiada kekurangan satu apapun.
Sebelum lebih jauh Bapak berbicara,
terlebih dahulu Bapak akan menyampaikan tema dharma wacana yang akan Bapak
sampaikan. Adapun tema dharma wacana kali ini adalah “Hari Raya Kajeng Kliwon”
Tema ini sengaja Bapak angkat,
mengingat dan melihat fakta-fakta dilapangan, dimana hari kajeng kliwon sangat
ditakuti oleh masyarakat bali Dari
permasalahan ini, maka akan timbul pertanyaan-pertanyaan semisal,
“ apa itu hari raya kajeng Kliwon ?
“Kenapa hari kajeng kliwon ditakuti
atau dikeramatkan?
Anak-anak
yang bapak banggakan,..
Bapak
ingin bertanya terlebih dahulu, Apa itu hari raya ?
Apakah hari Kajeng Kliwon merupakan
hari raya agama hindu ?
Mungkin
kalian sedikit banyak telah memahami pengertian apa itu hari raya dan mungkin
sudah sering merayakan hari raya .
Anak-anak
yang bapak banggakan,..
Hari
raya merupakan hari yang sangat di istimewakan di mana di dalam hari raya semua
umat hindu mengucapkan raya syukur dan bhakti kepada ida sang hyang widhi wasa
karena kita di berikan anugrah kesalamatan,kesehatan,sekaligus reseki , maka
dari itu kita harus bersyukur kepada tuhan atas segala anugrah yang beliau
berikan kepada kita .
Anak-anak
yang bapak sayangi ,,
Apakah
kajeng kliwon merupakan hari raya agama hindu ?
Jawabannya…?
Iaaaaaaa
Dimana Hari Kajeng Keliwon yang datangnya 15 hari sekali. Upacara dan
upakara-upakara yang wajîb dilakukan pada hari Kajeng Keliwon ini, hampir sama dengan upacara dan upakara Keliwon yang
dilakukan pada hari Keliwon.
Hanya saja segehan-segehannya
bertambah dengan nasi-nasi kepel lima warna, yaitu: merah, putih, hitam, kuning,
brumbun
Tetabuhannya adalah tuak/ arak berem. Di bagian atas, di ambang
pintu gerbang (lebuh) harus
dihaturkan canang burat wangi
dan canang yasa. Semuanya itu
dipersembahkan kepada Ida Sang Hyang Durgha Dewi. Di bawah / di tanah
dihaturkan segehan, dipersembahkan kepada Sang Butha Bucari, Sang Kala Bucari,
dan Sang Durgha Bucari.
Kajeng Kliwon sendiri termasuk
dalam upacara Dewa Yadnya yang memiliki arti upacara memberikan korban suci
sebagai pesembahan yang tulus dan ikhlas kepada Sanghyang Widhi Wasa (Tuhan
Yang Maha Esa) beserta seluruh manifestasinya. Dengan adanya pengorbanan suci
itu, dipercaya bahwa sang dewa akan melindungi segenap manusia yang melakukan
persembahan dan bahkan memupuknya dengan kesejahteraan.
Upacara Kajeng Kliwon merupakan upacara
pemujaan kepada Sanghyang Siwa yang dipercaya di hari tersebut sedang melakukan
semedi. Umat Hindu sendiri begitu meyakini bahwa Kajeng Kliwon begitu berarti
dan begitu suci sehingga dianggapnya keramat dan makanya harus dilakukan
perayaan berupa upacara. Dalam setiap 210 hari sekali hari Kajeng Kliwon khusus
yang disebut dengan Pemelastali atau Watugunung Runtuh.
Pada hari Kajeng Kliwon umat
Hindu di Bali menghaturkan sesajen dan persembahan kepada Sang Hyang Dhurga
Dewi, sedangkan di tanah, sesajen dan persembahan dihaturkan kepada Sang Bhuta
Bucari, Sang Kala Bhucari dan Sang Durgha Bucari.
Adapun sesajen yang diberikan
hampir mirip dengan upacara kliwon yang biasa dilakukan pada hari Kliwon biasa.
Yang membedakannya sesajen pada hari Kajeng Kliwon ditambahi dengan nasi kepel
lima warna yakni merah, hitam, putih, kuning, dan cokelat.
Pada bagian atas, diambang pintu
gerbang harus dihaturkan canang burat wangi dan canang yasa. Dengan sesajen
yang dipersembahkan ini diharapkan rumah tangga dan anggota keluarga
mendapatkan keselamatan, selain itu juga sebagai ungkapan rasa terima kasih
atas apa yang telah diberikan Sang Hyang Widhi.
Kajeng
Kliwon adalah peringatan hari turunnya para bhuta untuk mencari orang yang tidak melaksanakan dharma agama dan pada hari ini pula para bhuta muncul menilai
manusia yang melaksanakan dharma.
Rerainan Kajeng kliwon diperingati setiap 15 hari sekali yang pada saat itu
kita menghaturkan segehan manca warna sebagaimana yang disebutkan dalam mitologi kajeng kliwon.
Dalam mitologi tersebut juga dijelaskan maksud dan tujuan menghaturkan segehan manca warna ini yang merupakan perwujudan bhakti dan sradha kita kepada Hyang Siwa (Ida Sang Hyang Widhi Wasa) yang telah mengembalikan (Somya) Sang Tiga Bhucari.
Berarti dengan segehan tersebut, kita telah mengembalikan keseimbangan alam niskala dari alam bhuta menjadi alam dewa (penuh sinar),
sedangkan
- Sekalanya
kita selalu berbuat Tri Kaya Parisudha, dan
- Niskalanya
menyomyakan bhuta menjadi dewa
dengan
harapan dunia ini menjadi seimbang.
Sebagaimana dijelaskan pula bahwa, saat malam kajeng kliwon sering dianggap
sebagai malam sangkep leak yang pada umumnya sebagaimana disebutkan, pada malam kajeng
kliwon ini para shakta aji pangliyakan akan berkumpul mengadakan puja bakti
bersama untuk memuja Shiva, Durga dan Bhairawi. Hal ini biasanya dilaksanakan di Pura Dalem, Pura Prajapati atau di Kuburan.
Sehingga
pada saat kajeng kliwon, dalam babad
bali
disebutkan agar dapat melaksanakan upacara yadnya yang hampir sama dengan upacara Keliwon biasanya, hanya saja segehan-segehannya bertambah dengan nasi-nasi kepel lima warna,
yaitu:
Tetabuhannya adalah tuak / arak berem. Di bagian atas, di ambang pintu gerbang (lebuh) harus dihaturkan,
- canang
burat wangi,
- dan canang yasa.
Semuanya
itu dipersembahkan kepada Ida Sang Hyang Durgha Dewi. Di bawah / di tanah
dihaturkan segehan, dipersembahkan kepada Sang Tiga Bhucari :
- Sang Butha Bucari,
- Sang Kala Bucari, dan
- Sang Durgha Bucari.
Sehingga
adanya peringatan dan upacara yadnya pada hari kajeng kliwon ini, dengan
harapan bahwa baik secara sekala maupun niskala dunia ataupun alam semesta ini tetap menjadi seimbang.
II.Kenapa Hari Kajeng kliwon dikeramatkan ?
Rahinan Kajeng Kliwon dibali begitu ditakuti
dan dikeramatkan karena pada hari itu adlah hari yang dipergunakan untuk
berbuat ugiq (sejenis desti,pengeleakan ,teluh dan sebagainya). Dunia
magic/pengeakan dibali dari sumber-sumber yang dapat dipercaya berasal dari
sejarah cerita “calonarang”
Di bali penestian atau pengeleakan (
ilmu ugiq ) di hidupkan atau dilakukan pada waktu rahinan kajeng kliwon.karena
pada hari itulah bangkitnya para bhuta kala (bhebutan).
Anggapati yang bersemayam dan
menghuni tubuh manusia atau mahluk lainya, sebagai makanannya maka dia boleh
memangsa/menggangu manusia apabila keadaaannya sedang lemah atau dikuasai oleh
nafsu angkara murka. Maka tidaklah mengherankan apabila ada orang yang sampai
membunuh saudara ,bapak,ibu karna gelap mata ,karena pada saat itu dia
dikendalikan oleh bhuta kala.
Maka dari itu untuk mengendalikan
atau menetralisir hal tersebut maka umat di anjurkan untuk melakukan
pengendalian diri berupa semadi /meditasi dan tapa brata yoga dan pada waktu
hari kajeng kliwon biasanya menghaturkan banten segehan/blabaran dan mendalami
ajaran-ajaran agama dan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Anak-anak
yang bapak banggakan,..
Ilmu
pengetahuan itu, sifatnya tidak seperti memakan cabai, sekarang dimakan
sekarang pedas. Jadi sekarang kita belajar, tidak harus sekarang guna dari ilmu
itu kita pergunakan, akan tetapi kelak dalam kehidupan yang akan kalian jalani
lebih lanjut lagi.
Disamping
belajar, siswa juga harus membiasakan diri untuk melaksanakan brata
(pengendalian diri) sehingga tidak melakukan tindakan-tindakan yang menyimpang
dimana dapat membutakan mata hati dan pikiran kita dan agar tidak sampai
melakukan tindakan yang tidak di inginkan .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar