www.PutraAstika@gmail.com
Cerita Singkat Pura Mengening
Bahwasannya
suatu tempat, Pura, Desa, Banjar pasti memiliki latar belakang atau sejarah
tersendiri. Di dalam pemberian nama ada beberapa alternatif yang digunakan
antara lain berdasarkan : kejadian di massa lalu, keadaan alam, nama daerah
asal mereka, mata pencaharian, situasi kondisi saat menentukan daerah itu
ataupun nama orang yang berjasa dalam merintis daerah itu dan sebagainya.
Pada umumnya kebanyakan desa, banjar
diketahui melalui cerita-cerita rakyat secara turun temurun dari nenek moyang
atau leluhur mereka, dan ada pula yang terbukti secara tertulis dalam prasasti,
babad, pamencangah dan lain-lain yang bersifat cerita rakyat sering sekali
menimbulkan banyak persepsi dalam pengungkapan sejarah Pura tersebut.
Di
ceritakan sekarang dari Besakih, ada pasangan
laki dan perempuan yang lahir dari troktokan nyuh gading. lalu di bawalah kedua
anak tersebut oleh I Dukuh Sangkul Putih bersama dengan para pemangkudan I
Sangkul putih memberikan nama kepada kedua anak tersebut, dengan nama I Sula
untuk yang Laki-Laki dan Ni Suli untuk yang perempuan
I Sula dan I Suli kemudian diajak
oleh I Sangkul Putih. Keberadaan I Sula dan I Suli ini membuat semua dewa-dewi
turun kabeh untuk menyaksikan kedua anak tersebut. Bahkan, Dewi Bhyahpara dan
Dewi Danu akhirnya meminta kepada Batara Jagatnatha agar Dukuh Sangkul Putih
membawa I Sula dan I Suli ke Pejeng. Sampai di Pejeng oleh Sinuhun dibuatkan
sebuah gelar Masula-Masuli. Nama ini diberikan berkaitan dengan kelahiran
beliau yang lahir buncing (kembar).
Ada cerita dari Bhatara indra yang
ada di tirtha empul tampak siring sedangkan Bhatara Hyang Suci Nirmala yang ada
di Mengening Tampak Siring. Ada desa bangunan Bhatara Indra yang bernama Desa
Manukaya sedangkan desa bangunan Bhatara Hyang Suci Nirmala
yaitu Desa Saresidhi setelah meninggalnya Raja Maya Denawa bernama Desa
Sareseda. Demikian kisahnya terdahulu.
Ada
sabda atau Waranugraha Bhatara Hyang suci Nirmala, Tirtha kamening ini direstui
oleh Ida Bhatara Hyang Suci Nirmala, terjadilah Sidhi Wakya (tercapai segala
yang di mohon) Sarwa Tattwa adnyana sandi (segala yang bersifat ketuhanan juga
dicapai) beserta segala pikiran berhasil baik pahalanya. Demikian sabda beliau
Bhatara Hyang Suci Nirmala, seyogyanya patut diterima oleh desa saresidhi,
Wakbadja sarwa Tattwa ya (segala ucapan yang berpedoman pada filsafat (agama).
Demikian kisahnya dahulu, tidak diceritakan .
Cerita
I Gusti Pasek yang berasal dari majapahit yang tinggal di Bali bersama 9 orang,
lalu diingatkan oleh Ida Bhatara Hyang Indra untuk tinggal di desa Tataq.
Lalu ada berita dari Bhatara, di minta untuk membagi
Tirtha Kamanalune di Darmada untuk
Tirtha jernih untuk orang meninggal yang berada di medan perang, lalu I Gusti
Pasek menatad Tirtha sambil mengutuk
Tirha Surudayu, di jagalah oleh I Gusti Pasek Bendesa, tatadan menjadi Desa
Tataq Manukaya dinamakan.
Dinamakan
Tirtha Surudayuning Perang, seyogyanya Ida
Bujangga di Tirha Empul, hyang Indra
bersabda kepada Ida Bujangga, seharusnya melakukan Pewitra Siwa Karama atau
pasangkepan dengan membawa Genitri, Maswamba
tegep dengan perlengkapan sesuai dengan rencana beserta sabda dari Sang
Hyang Suci Nirmala. Seyogyanya Ida Bujangga memutuskan di Pura beliau bersama Pura Tirtha Empul Pura Kamaning.
Demikian sabda Ida Sang Hyang Indra bersama Sang Hyang Suci Nirmala.
Tirtha
kamening tidak pantas lagi dimantrai oleh sang Bramana atau pendeta apalagi
brahmana yang belum menjadi pendeta sangat hati-hati sebab akan menjadi neraka
bagi sang brahmana tersebut.
Sebab
lain munculnya tirtha tersebut, Sang Hyang Siwa sebagai Bapaknya Sang Hyang
Sunia Murti bernama Bhatara Brahma, Bhatara Brahma bernama geni. Demikian
kisahnya terdahulu.
Ida
Bujangga mempunyai ayah Sang Hyang Sunia Ening. Sang Hyang Sunia Ening bernama
Sang Hyang Wisnu, Sang Hyang Wisnu bernama juga Sang Hyang Maha Suci Nirmala. Air
jernih bermula dari kesucian jagat, jagat bernama Bhatara Jagatnatha Sarasidhi.
Lagi pula Sang Hyang Brahmana Siwa seyogyanya membersihkan dunia, Ida Bujangga
seharusnya membersihkan Pura Mengening, Tirtha Empul, Pura Masceti, Pura
Bedugul, Pura Ulun Suwi, Pura Batur, Pura Ulun Danu, Panarajon beberapa pura
Ida Bhetara Wisnu sebagai pendeta beliau. Jangan tidak hati-hati lepas dari
pedoman lontar Usana Bali Sang Brahmana dan Sang bujangga, kalau Sang Brahmana
memantrai Tirtha atau mengembalikan mantra, akan terjadi air danau mengecil,
sumber mata air mengecil, sebab lain dari pada yang lain munculnya Tirtha
tersebut. Sebab ada pertapaan bhatara yang terdahulu membawa dua (2) tangkai
bunga putih, kemudian menyatukan pikiran, dua tangkai bunga, muncullah dua
widyadari beserta dua manusia pengikutnya, yang satu tidur dan yang satu lagi
sadar. Setelah bangundari tidur, ditinggal dari kejauhan dan yang tidur menjadi
pulasar, itu yang di ke Bali beserta Ida Bhatara Indra sejak membunuh Raja Sri
Raja Maya Denawa. Seyogyanya Ida Bujangga berada di tirtha empul untuk
membersuhkan segala letuh atau mala yang dapat di lebur dengan tirtha darmada.
Ada 33 pancoran tirtha. Dan untuk
Orang meninggal di namakan Tirtha Pengentas bersama tirtha pembersih di Ida Darmadan bersama Sang Brahmana seharusnya
tidak boleh menunas, Sang Ksatria,
Wesya, Arya seharusnya boleh menunas, beserta
semua manusia boleh menunas, terjadilah
pawisik atau wahyu, yang ditujukan
kepada semua manusia boleh menunas
tirtha tersebut begitulah kata Ida Bujangga.
Kalau
ada upacara panca Yadnya, bernama upacara Utama, apayang tersirat pada lontar
Usana Bali dan tidak dimantrai oleh Brahmana sebab lain dari pada yang lain
munculnya Tirtha Kamaning Jagat. (Jagat namanya Bhatara Jagatnatha)
Jika
ada Orang Bali yang akan melakukan upacara Dewa Yadnya, Manusia Yadnya serta
ingin menyucikan pura,dunia seharurnya nunas/meminta
Tirtha yaitu Tirtha Kamandalu di Pura Tirtha Empul dan Pura Kamaning/Mengening
dan kalau tidak menunas Tirtha
tersebut maka upacara yang dilakukan tidak akan berjalan dengan baik, demikian
kisah terdahulu.
Bhatara
Hyang Indra Wastran/lambang kain beliau
berwarna putih, Indra dinamakan pemutaran Jagat, Pangindra sebagai Ratunya
Perang, Indra penguasa Jagat, Indra berada di 3 dunia.
Bhatara
Hyang Suci Nirmala Wastran/lambang
kain beliau Kuning Penguasa Jagat.
Demikian
musyawarah Sang Hyang catur buana, beserta Bhatari Sacipati, dan musyawarah
untuk semua para Dewa dinamakan Pura Gumang, empat jalan keluar beserta Bhatara
Sacipati . demikian kisah terdahulu.
Nah
Desa Sareseda, Manukaya, merupakan cerita para dewa terdahulu. Pada waktu Ida
dalem Masula Masuli beserta kerajaan dari pejeng memberitahukan semua patih dan
para mentri serta rsi empu Ginijaya, empu Maha meru, empu Gana, Empu Kuturan
beserta perbekel Bali. Pada waktu itu Ada pembicaraan Sri Bhupalaka raja Bali
kepada semua Empu serta I Perbekel Bali dengan Bendesa Wayah menimbulkan banyak
orang didesa pejeng, dihulu sungai pekerisab, sebelah Timur Sungai petanu,
semenjak itu juga Raja Bali berbicara supaya mengerjakan atau memperbaiki Pura
Mengening pelinggih Bhatara Hyang Maha Suci Nirmala, bernama Maha Prasada
Agung.
Sebagai
arsitektur dari bangunan Maha Presada Agung adalah Empu Raja Kerta (Empu
Kuturan), juga memakai dasar asal mula lontar Asta Kosala Kosali, semenjak itu
senang orang Bali semua, mendirikan pura-pura persembahan dunia semua
Sebagai
manggala pendirian perbaikan pura itu adalah Sri Aji Masula Masuli beserta
rakyat Bali semua, senang membangun pura, serta urunan bahan paras, serta alat
lainya seperti Batuh, Pejeng, Tampaksiring.
Semenjak
itu rakyat Bali sangat giat membangun pura di mengening yang sudah direncanakan
oleh I Bendesa Wayah.
Semoga dapat menambah wawasan untuk para generasi muda agar cerita yang sudah menjadi cerita turun - temurun tetap terjaga kelestariannya .
Om Shanti, Shanti, Shanti, Om
Tidak ada komentar:
Posting Komentar