Minggu, 27 April 2014




Gambaran Kecil Tentang Pura Mengening



Kadek Putra Astika. S.Sos.H.MPd




       Tata Letak Pelinggih
1.      Induk prasada
Dimana di sebelah kiri dan kanan didampingi oleh ratu ngurah Agung, hanya perbedaannya ukiran saja
a. Kanan merupakan pelinggih bhatara Tirtha Empul
b.Kiri merupakan pelinggih Bhatara Gunung Kawi
2.      Gedong Limas (Merupakan pelinggih Ida Bhatara Gunung Agung)
3.      Gedong Catu (Merupakan pelinggih Ida Bhatara Ulun Danu)
4.      Gedong Sineb  (Merupakan pelinggih Ida Bhatara Maha Dewa)
5.      Pengaruman Agung
6.      Pelinggih saka uwu
7.      Pelinggih Bhatara siwa (tempat beristananya Dewa Siwa)
8.      Balai penganteb
9.      Panggungan
10.  Pelinggih Balai Peselang
11.  Penyucian (tempat pemasakan)
12.  Candi Bentar (terdiri dari 3 buah)
13.  Balai kulkul (tempat menggantungkan kentungan kayu)
14.  Balai Gong (tempat memaruh seperangkat gamelan pada waktu piodalan)
15.  3 buah Candi Bentar Jabe Kauh ( 3 buah Candi Bentar di bawah sebelah barat)
16.  Sedan Apit lawang
17.  Pelinggih Balai pegat
Merupakan tempat pemutus letuh atau kotoran
18.  Pelinggih Siwa Gangga (tempat beristannya Dewa Siwa Gangga)
19.  Balai panjang atau tetanom
(Merupakan tempat maolahan atau tempat untuk memasak suatu olahan untuk keperluan yadnya)
20.  A. Balai paolahan suci (tempat memasak  olahan suci sewaktu piodalan)

B. Balai paolahan kapir (tempat memasak olahan kapir sewaktu piodalan)

4     Status Pura
Menurut Jero Bendesa adat Desa Pakraman Sareseda I Wayan Candra mengatakan bahwa  Status Pura mengening yaitu merupakan Dang Kahyangan atau Pura Kahyangan jagat. Hal itu disebabkan, pura ini bukanlah sebuah pura yang termasuk dalam daftar Sad Kahyangan, dan juga bukan termasuk Tri Kahyangan ata Kahyangan Tiga yang terdapat dalam wilayah Desa Pakraman Sareseda. Demikian pula pura ini bukanlah sebagai tempat persembahyangan bagi kklan atau soroh tertentu, juga bukan pura keluarga yang hanya di sungsung oleh sebuah keluarga. Secara formal, sehari-hari Pura Mengening ini dikelola Oleh Jero Mangku I Wayan Keted atau yang sering di sapa denga Jero Mangku Mengening. Akan tetapi umat yang bersembahyang ke pura ini, datang dari segala penjuru dan dari berbagai soroh, sehingga pura ini bisa dikatakan berstatus pura umum, seperti kebanyakan pura lainnya.
Sesuai arti harafiahnya, Pura Kahyangan Jagat adalah pura yang universal. Seluruh umat ciptaan Tuhan sejagat boleh bersembahyang ke sana. Pura Kahyangan Jagat tersebar di seluruh dunia. Di Bali karena berkaitan dengan sejarah yang berusia panjang, pura Kahyangan Jagat digolong-golongkan dengan beberapa kerangka (konsepsi). Misalnya kerangka Rwa Bineda, kerangka Catur Loka Pala dan sebagainya. Semoga sebanyak mungkin pura Kahyangan dapat dicatat di babadbali.com, baik yang tercakup dalam kerangka-kerangka mau pun yang tidak. Umumnya, yang kita sebut dengan jagat, sesuai dengan pengertian leluhur kita adalah Bali. Padahal kini kebanyakan dari kita berpandangan jagat adalah dunia, bahkan ada yang langsung berasumsi bahwa jagat adalah kawasan semesta, lengkap dengan seluruh konstelasi bintang, nebula, komet sampai lubang hitam.
Keberadaan Kahyangan Jagat Pura Mengening ini masih belum jelas. Bahkan, dalam Purana Pura Mengening Desa Tampaksiring tidak dicantumkan dengann jelas waktu dibangun pura tersebut. menurut Jero Bendesa Desa Pakraman sareseda IWayan Candra. keberadaan Pura Mengening ini sudah ada sejak Raja Masula-Masuli memerintah di Pejeng. Raja Masula-Masuli ini sendiri mempunyai kisah tersendiri hingga sampai di Pejeng. Masula-Masuli sebelaumnya bernama I Sula dan I Suli. Keduanya ini adalah pasangan laki dan perempuan yang lahir dari troktokan nyuh gading di kawasan Besakih. I Sula dan I Suli kemudian diajak oleh I Sangkul Putih. Keberadaan I Sula dan I Suli ini membuat semua dewa-dewi turun kabeh untuk menyaksikan kedua anak tersebut. Bahkan, Dewi Bhyahpara dan Dewi Danu akhirnya meminta kepada Batara Jagatnatha agar Dukuh Sangkul Putih membawa I Sula dan I Suli ke Pejeng. Sampai di Pejeng oleh Sinuhun dibuatkan sebuah gelar Masula-Masuli. Nama ini diberikan berkaitan dengan kelahiran beliau yang lahir buncing (kembar).    
            Pada masa pemerintahan Raja Masula-Masuli ini sendiri Pura Mengening ini hanya dilakukan beberapa perbaikan saja. Dengan menunjuk seorang arsitektur yang memang mengetahui konsep pura dan bangunan dengan konsep Hindu sebagaimana dianjurkan oleh Bhagawan Wiswa Karma. Raja Masula-Masuli menunjuk Empu Kuturan untuk melakukan perbaikan terhadap beberapa bangunan yang ada di Pura Mengening. Selain itu dalam pemerintahan Raja Masula-Masuli ditegaskan kembali nama yang berstana di pelinggih Prasada Agung ini dengan sebutan Ida Batara Hyang Maha Suci Nirmala. 
Di Pura mengening Tampaksiring ada beberapa sumber mata air atau Tirtha, mata air tersebut merupakan mata air yang berasal dari perut bumi yang memiliki banyak khasiat dan manfaat kegunaan diantaranya :
1.      Tirtha Kamaning/Mengening
Manfaat atau kegunaannya : a. Tirtha Pamutus semua Kaji ayu
b. Tirtha Pengenteq Mertha
c. Tirtha Penolak Mrana di sawah
d. Tirtha untuk kepintaran
2.  Tirtha Keris
Manfaat atau kegunaannya : untuk upakara dalam senjata Keris (Pasupati senjata Keris)
3.   Tirtha Keben
Manfaat atau kegunaannya : untuk memohon keselamatan biasanya digunakan untuk melaspas kotak tempat jualan (perdagangan)
4.   Tirtha Soka
Manfaat atau kegunaaan : untuk kecantikan atau ketampanan yang letaknya di kepala (mahkota)
5.   Tirtha Malela
Manfaat atau kegunaannya : untuk kecantikan atau ketampanan pada Rambut
6.      Tirtha Dedari
Manfaat atau kegunaannya: untuk ketampanan atau kecantikan
7.      Tirtha Sudhamala
Manfaat atau kegunaannya: untuk melukat penyucian atau pembersihan diri  (Pengeleburan dari segala noda)
8.      Tirtha Telaga Waja/Jambangan
Manfaat atau kegunaannya: untuk melukat atau penyucian/pembersihan diri dari segala mala (Dasa Mala)
9.      Tirtha Pancor Solas (sebelas pancoran)
Manfaat atau kegunaannya: untuk mebayuh atau Oton
10.  Tirtha Pangentas
Manfaat atau kegunaannya: untuk upacara Pitra Yadnya
11.  Tirtha Tunggang
Manfaat atau kegunaannya: untuk Kekuatan atau tenaga
12.  Tirtha Mertha Sari
Manfaat atau kegunaannya: untuk upakara pisang kukung yang biasanya pada saat upacara Dewi Sri
13.  Tirtha Gelung
Manfaat atau kegunaannya: untuk kecantikan atau ketampanan pada mahkota
14.  Tirtha Siwa Maya Sampurna
Manfaat atau kegunaannya: untuk melukat (penyucian diri karena baunya harum)

Sekilas tentang Pura Mengening



Tirtha Pancoran Solas
Gambaran Umum Pura Mengening

Hawa sejuk dan hening di kawasan Desa Pakraman Saraseda, Tampaksiring  Kabupaten Gianyar sangat diminati oleh pemedek yang tangkil ke Pura Mengening untuk mengaturkan sujud bakti ke hadapan Hyang Widi Wasa. Pura yang diempon 48 krama Saraseda ini juga dijadikan status cagar budaya oleh Pemprop Bali berdasarkan UU No.5/1985. dan sekarang ini Pura Mengening sudah termasuk dalam Warisan Budaya Dunia. Dipilihnya Pura Mengening menjadi salah satu situs cagar budaya dari sekian pura yang ada di Gianyar ini berawal dari ditemukannya sebuah gundukan yang menyerupai bukit di areal Pura Mengening. Masyarakat setempat memaknai gundukan itu sebagai pelinggih Prasada Agung. Dari penelitian Balai Arkeologi diinventarisasikan bahwa gundukan itu berbentuk kotak yang di bawahnya berisi sembilan lubang. Dengan penggalian yang dilakukan terus dari pihak peneliti akhirnya dalam lubang itu sendiri ditemukan sebuah arca dengan bentuk Lingga-Yoni.

Selasa, 15 April 2014

Cerita Mayadenawa Desa Pakraman Saresda,Tampak Siring,Gianyar.

www.PutraAstika@gmail.com

                                       

 Cerita Singkat Pura Mengening 
Bahwasannya suatu tempat, Pura, Desa, Banjar pasti memiliki latar belakang atau sejarah tersendiri. Di dalam pemberian nama ada beberapa alternatif yang digunakan antara lain berdasarkan : kejadian di massa lalu, keadaan alam, nama daerah asal mereka, mata pencaharian, situasi kondisi saat menentukan daerah itu ataupun nama orang yang berjasa dalam merintis daerah itu dan sebagainya.
Pada umumnya kebanyakan desa, banjar diketahui melalui cerita-cerita rakyat secara turun temurun dari nenek moyang atau leluhur mereka, dan ada pula yang terbukti secara tertulis dalam prasasti, babad, pamencangah dan lain-lain yang bersifat cerita rakyat sering sekali menimbulkan banyak persepsi dalam pengungkapan sejarah Pura tersebut.
Di ceritakan sekarang dari Besakih, ada pasangan laki dan perempuan yang lahir dari troktokan nyuh gading. lalu di bawalah kedua anak tersebut oleh I Dukuh Sangkul Putih bersama dengan para pemangkudan I Sangkul putih memberikan nama kepada kedua anak tersebut, dengan nama I Sula untuk yang Laki-Laki dan Ni Suli untuk yang perempuan
I Sula dan I Suli kemudian diajak oleh I Sangkul Putih. Keberadaan I Sula dan I Suli ini membuat semua dewa-dewi turun kabeh untuk menyaksikan kedua anak tersebut. Bahkan, Dewi Bhyahpara dan Dewi Danu akhirnya meminta kepada Batara Jagatnatha agar Dukuh Sangkul Putih membawa I Sula dan I Suli ke Pejeng. Sampai di Pejeng oleh Sinuhun dibuatkan sebuah gelar Masula-Masuli. Nama ini diberikan berkaitan dengan kelahiran beliau yang lahir buncing (kembar). 
Ada cerita dari Bhatara indra yang ada di tirtha empul tampak siring sedangkan Bhatara Hyang Suci Nirmala yang ada di Mengening Tampak Siring. Ada desa bangunan Bhatara Indra yang bernama Desa Manukaya   sedangkan desa bangunan Bhatara Hyang Suci Nirmala yaitu Desa Saresidhi setelah meninggalnya Raja Maya Denawa bernama Desa Sareseda. Demikian kisahnya terdahulu.
Ada sabda atau Waranugraha Bhatara Hyang suci Nirmala, Tirtha kamening ini direstui oleh Ida Bhatara Hyang Suci Nirmala, terjadilah Sidhi Wakya (tercapai segala yang di mohon) Sarwa Tattwa adnyana sandi (segala yang bersifat ketuhanan juga dicapai) beserta segala pikiran berhasil baik pahalanya. Demikian sabda beliau Bhatara Hyang Suci Nirmala, seyogyanya patut diterima oleh desa saresidhi, Wakbadja sarwa Tattwa ya (segala ucapan yang berpedoman pada filsafat (agama). Demikian kisahnya dahulu, tidak diceritakan .
Cerita I Gusti Pasek yang berasal dari majapahit yang tinggal di Bali bersama 9 orang, lalu diingatkan oleh Ida Bhatara Hyang Indra untuk tinggal di desa Tataq.
Lalu ada berita dari Bhatara, di minta untuk membagi  Tirtha Kamanalune di Darmada untuk Tirtha jernih untuk orang meninggal yang berada di medan perang, lalu I Gusti Pasek menatad Tirtha sambil mengutuk Tirha Surudayu, di jagalah oleh I Gusti Pasek Bendesa, tatadan menjadi Desa Tataq Manukaya dinamakan.
Dinamakan Tirtha Surudayuning Perang, seyogyanya Ida Bujangga di Tirha Empul, hyang Indra bersabda kepada Ida Bujangga, seharusnya melakukan Pewitra Siwa Karama atau pasangkepan dengan membawa Genitri, Maswamba tegep dengan perlengkapan sesuai dengan rencana beserta sabda dari Sang Hyang Suci Nirmala. Seyogyanya Ida Bujangga memutuskan di Pura beliau bersama Pura Tirtha Empul Pura Kamaning. Demikian sabda Ida Sang Hyang Indra bersama Sang Hyang Suci Nirmala.
Tirtha kamening tidak pantas lagi dimantrai oleh sang Bramana atau pendeta apalagi brahmana yang belum menjadi pendeta sangat hati-hati sebab akan menjadi neraka bagi sang brahmana tersebut.
Sebab lain munculnya tirtha tersebut, Sang Hyang Siwa sebagai Bapaknya Sang Hyang Sunia Murti bernama Bhatara Brahma, Bhatara Brahma bernama geni. Demikian kisahnya terdahulu.
Ida Bujangga mempunyai ayah Sang Hyang Sunia Ening. Sang Hyang Sunia Ening bernama Sang Hyang Wisnu, Sang Hyang Wisnu bernama juga Sang Hyang Maha Suci Nirmala. Air jernih bermula dari kesucian jagat, jagat bernama Bhatara Jagatnatha Sarasidhi. Lagi pula Sang Hyang Brahmana Siwa seyogyanya membersihkan dunia, Ida Bujangga seharusnya membersihkan Pura Mengening, Tirtha Empul, Pura Masceti, Pura Bedugul, Pura Ulun Suwi, Pura Batur, Pura Ulun Danu, Panarajon beberapa pura Ida Bhetara Wisnu sebagai pendeta beliau. Jangan tidak hati-hati lepas dari pedoman lontar Usana Bali Sang Brahmana dan Sang bujangga, kalau Sang Brahmana memantrai Tirtha atau mengembalikan mantra, akan terjadi air danau mengecil, sumber mata air mengecil, sebab lain dari pada yang lain munculnya Tirtha tersebut. Sebab ada pertapaan bhatara yang terdahulu membawa dua (2) tangkai bunga putih, kemudian menyatukan pikiran, dua tangkai bunga, muncullah dua widyadari beserta dua manusia pengikutnya, yang satu tidur dan yang satu lagi sadar. Setelah bangundari tidur, ditinggal dari kejauhan dan yang tidur menjadi pulasar, itu yang di ke Bali beserta Ida Bhatara Indra sejak membunuh Raja Sri Raja Maya Denawa. Seyogyanya Ida Bujangga berada di tirtha empul untuk membersuhkan segala letuh atau mala yang dapat di lebur dengan tirtha darmada. Ada 33 pancoran tirtha. Dan untuk Orang meninggal di namakan Tirtha Pengentas bersama tirtha pembersih di  Ida Darmadan bersama Sang Brahmana seharusnya tidak boleh menunas, Sang Ksatria, Wesya, Arya seharusnya boleh menunas, beserta semua manusia boleh menunas, terjadilah pawisik atau wahyu, yang ditujukan kepada semua manusia boleh menunas tirtha tersebut begitulah kata Ida Bujangga.
Kalau ada upacara panca Yadnya, bernama upacara Utama, apayang tersirat pada lontar Usana Bali dan tidak dimantrai oleh Brahmana sebab lain dari pada yang lain munculnya Tirtha Kamaning Jagat. (Jagat namanya Bhatara Jagatnatha)
Jika ada Orang Bali yang akan melakukan upacara Dewa Yadnya, Manusia Yadnya serta ingin menyucikan pura,dunia seharurnya nunas/meminta Tirtha yaitu Tirtha Kamandalu di Pura Tirtha Empul dan Pura Kamaning/Mengening dan kalau tidak menunas Tirtha tersebut maka upacara yang dilakukan tidak akan berjalan dengan baik, demikian kisah terdahulu.
Bhatara Hyang Indra Wastran/lambang kain beliau berwarna putih, Indra dinamakan pemutaran Jagat, Pangindra sebagai Ratunya Perang, Indra penguasa Jagat, Indra berada di 3 dunia.
Bhatara Hyang Suci Nirmala Wastran/lambang kain beliau Kuning Penguasa Jagat.
Demikian musyawarah Sang Hyang catur buana, beserta Bhatari Sacipati, dan musyawarah untuk semua para Dewa dinamakan Pura Gumang, empat jalan keluar beserta Bhatara Sacipati . demikian kisah terdahulu.
Nah Desa Sareseda, Manukaya, merupakan cerita para dewa terdahulu. Pada waktu Ida dalem Masula Masuli beserta kerajaan dari pejeng memberitahukan semua patih dan para mentri serta rsi empu Ginijaya, empu Maha meru, empu Gana, Empu Kuturan beserta perbekel Bali. Pada waktu itu Ada pembicaraan Sri Bhupalaka raja Bali kepada semua Empu serta I Perbekel Bali dengan Bendesa Wayah menimbulkan banyak orang didesa pejeng, dihulu sungai pekerisab, sebelah Timur Sungai petanu, semenjak itu juga Raja Bali berbicara supaya mengerjakan atau memperbaiki Pura Mengening pelinggih Bhatara Hyang Maha Suci Nirmala, bernama Maha Prasada Agung.
Sebagai arsitektur dari bangunan Maha Presada Agung adalah Empu Raja Kerta (Empu Kuturan), juga memakai dasar asal mula lontar Asta Kosala Kosali, semenjak itu senang orang Bali semua, mendirikan pura-pura persembahan dunia semua
Sebagai manggala pendirian perbaikan pura itu adalah Sri Aji Masula Masuli beserta rakyat Bali semua, senang membangun pura, serta urunan bahan paras, serta alat lainya seperti Batuh, Pejeng, Tampaksiring.

Semenjak itu rakyat Bali sangat giat membangun pura di mengening yang sudah direncanakan oleh I Bendesa Wayah.

          Semoga dapat menambah wawasan untuk para generasi muda agar cerita yang sudah menjadi cerita turun - temurun tetap terjaga kelestariannya .
Om Shanti, Shanti, Shanti, Om 

DharmaWacana_Hari Raya Kajeng Kliwon



Om Svastyastu,
Om Avighnam Astu Namo Siddham
Om Anno Bhadrah Krattavo Yantu Visvattah
              Sebelumnya, marilah kita sama-sama menghaturkan sembah sujud bhakti kita kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang maha Esa), karena atas Asung Krta Wara Nugraha Beliaulah kita dapat berkumpul bersama-sama dalam acara rutin kita ini dengan tiada kekurangan satu apapun.
Sebelum lebih jauh Bapak berbicara, terlebih dahulu Bapak akan menyampaikan tema dharma wacana yang akan Bapak sampaikan. Adapun tema dharma wacana kali ini adalah “Hari Raya Kajeng Kliwon”
Tema ini sengaja Bapak angkat, mengingat dan melihat fakta-fakta dilapangan, dimana hari kajeng kliwon sangat ditakuti oleh masyarakat bali  Dari permasalahan ini, maka akan timbul pertanyaan-pertanyaan semisal,
“ apa itu hari raya kajeng Kliwon ?
“Kenapa hari kajeng kliwon ditakuti atau dikeramatkan?
Anak-anak yang bapak banggakan,..
Bapak ingin bertanya terlebih dahulu, Apa itu hari raya ?
Apakah hari Kajeng Kliwon merupakan hari raya agama hindu ?
Mungkin kalian sedikit banyak telah memahami pengertian apa itu hari raya dan mungkin sudah sering merayakan hari raya .

Anak-anak yang bapak banggakan,..
Hari raya merupakan hari yang sangat di istimewakan di mana di dalam hari raya semua umat hindu mengucapkan raya syukur dan bhakti kepada ida sang hyang widhi wasa karena kita di berikan anugrah kesalamatan,kesehatan,sekaligus reseki , maka dari itu kita harus bersyukur kepada tuhan atas segala anugrah yang beliau berikan kepada kita .
Anak-anak yang bapak sayangi ,,
Apakah kajeng kliwon merupakan hari raya agama hindu ?
Jawabannya…? Iaaaaaaa
Dimana Hari Kajeng Keliwon yang  datangnya 15 hari sekali. Upacara dan upakara-upakara yang wajîb dilakukan pada hari Kajeng Keliwon ini, hampir sama dengan upacara dan upakara Keliwon yang dilakukan pada hari Keliwon.
Hanya saja segehan-segehannya bertambah dengan nasi-nasi kepel lima warna, yaitu: merah, putih, hitam, kuning, brumbun
Tetabuhannya adalah tuak/ arak berem. Di bagian atas, di ambang pintu gerbang (lebuh) harus dihaturkan canang burat wangi dan canang yasa. Semuanya itu dipersembahkan kepada Ida Sang Hyang Durgha Dewi. Di bawah / di tanah dihaturkan segehan, dipersembahkan kepada Sang Butha Bucari, Sang Kala Bucari, dan Sang Durgha Bucari.
          Kajeng Kliwon sendiri termasuk dalam upacara Dewa Yadnya yang memiliki arti upacara memberikan korban suci sebagai pesembahan yang tulus dan ikhlas kepada Sanghyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa) beserta seluruh manifestasinya. Dengan adanya pengorbanan suci itu, dipercaya bahwa sang dewa akan melindungi segenap manusia yang melakukan persembahan dan bahkan memupuknya dengan kesejahteraan.
Upacara Kajeng Kliwon merupakan upacara pemujaan kepada Sanghyang Siwa yang dipercaya di hari tersebut sedang melakukan semedi. Umat Hindu sendiri begitu meyakini bahwa Kajeng Kliwon begitu berarti dan begitu suci sehingga dianggapnya keramat dan makanya harus dilakukan perayaan berupa upacara. Dalam setiap 210 hari sekali hari Kajeng Kliwon khusus yang disebut dengan Pemelastali atau Watugunung Runtuh.
               Pada hari Kajeng Kliwon umat Hindu di Bali menghaturkan sesajen dan persembahan kepada Sang Hyang Dhurga Dewi, sedangkan di tanah, sesajen dan persembahan dihaturkan kepada Sang Bhuta Bucari, Sang Kala Bhucari dan Sang Durgha Bucari.
Adapun sesajen yang diberikan hampir mirip dengan upacara kliwon yang biasa dilakukan pada hari Kliwon biasa. Yang membedakannya sesajen pada hari Kajeng Kliwon ditambahi dengan nasi kepel lima warna yakni merah, hitam, putih, kuning, dan cokelat.
Pada bagian atas, diambang pintu gerbang harus dihaturkan canang burat wangi dan canang yasa. Dengan sesajen yang dipersembahkan ini  diharapkan rumah tangga dan anggota keluarga mendapatkan keselamatan, selain itu juga sebagai ungkapan rasa terima kasih atas apa yang telah diberikan Sang Hyang Widhi.
         Kajeng Kliwon adalah peringatan hari turunnya para bhuta untuk mencari orang yang tidak melaksanakan dharma agama dan pada hari ini pula para bhuta muncul menilai manusia yang melaksanakan dharma.
Rerainan Kajeng kliwon diperingati setiap 15 hari sekali yang pada saat itu kita menghaturkan segehan manca warna sebagaimana yang disebutkan dalam mitologi kajeng kliwon.
Dalam mitologi tersebut juga dijelaskan maksud dan tujuan menghaturkan segehan manca warna ini yang merupakan perwujudan bhakti dan sradha kita kepada Hyang Siwa (Ida Sang Hyang Widhi Wasa) yang telah mengembalikan (Somya) Sang Tiga Bhucari.
Berarti dengan segehan tersebut, kita telah mengembalikan keseimbangan alam niskala dari alam bhuta menjadi alam dewa (penuh sinar), sedangkan
  • Sekalanya kita selalu berbuat Tri Kaya Parisudha, dan 
  • Niskalanya menyomyakan bhuta menjadi dewa
dengan harapan dunia ini menjadi seimbang. 
Sebagaimana dijelaskan pula bahwa, saat malam kajeng kliwon sering dianggap sebagai malam sangkep leak yang pada umumnya sebagaimana disebutkan, pada malam kajeng kliwon ini para shakta aji pangliyakan akan berkumpul mengadakan puja bakti bersama untuk memuja Shiva, Durga dan Bhairawi. Hal ini biasanya dilaksanakan di Pura Dalem, Pura Prajapati atau di Kuburan.
Sehingga pada saat kajeng kliwon, dalam babad bali disebutkan agar dapat melaksanakan upacara yadnya yang hampir sama dengan upacara Keliwon biasanya, hanya saja segehan-segehannya bertambah dengan nasi-nasi kepel lima warna, yaitu: 

  • merah, 
  • putih, 
  • hitam, 
  • kuning, 
  • brumbun 
Tetabuhannya adalah tuak / arak berem. Di bagian atas, di ambang pintu gerbang (lebuh) harus dihaturkan,
Semuanya itu dipersembahkan kepada Ida Sang Hyang Durgha Dewi. Di bawah / di tanah dihaturkan segehan, dipersembahkan kepada Sang Tiga Bhucari :
  1. Sang Butha Bucari, 
  2. Sang Kala Bucari, dan 
  3. Sang Durgha Bucari.
Sehingga adanya peringatan dan upacara yadnya pada hari kajeng kliwon ini, dengan harapan bahwa baik secara sekala maupun niskala dunia ataupun alam semesta ini tetap menjadi seimbang.

II.Kenapa Hari Kajeng kliwon dikeramatkan ?
 Rahinan Kajeng Kliwon dibali begitu ditakuti dan dikeramatkan karena pada hari itu adlah hari yang dipergunakan untuk berbuat ugiq (sejenis desti,pengeleakan ,teluh dan sebagainya). Dunia magic/pengeakan dibali dari sumber-sumber yang dapat dipercaya berasal dari sejarah cerita “calonarang”
Di bali penestian atau pengeleakan ( ilmu ugiq ) di hidupkan atau dilakukan pada waktu rahinan kajeng kliwon.karena pada hari itulah bangkitnya para bhuta kala (bhebutan).
Anggapati yang bersemayam dan menghuni tubuh manusia atau mahluk lainya, sebagai makanannya maka dia boleh memangsa/menggangu manusia apabila keadaaannya sedang lemah atau dikuasai oleh nafsu angkara murka. Maka tidaklah mengherankan apabila ada orang yang sampai membunuh saudara ,bapak,ibu karna gelap mata ,karena pada saat itu dia dikendalikan oleh bhuta kala.
Maka dari itu untuk mengendalikan atau menetralisir hal tersebut maka umat di anjurkan untuk melakukan pengendalian diri berupa semadi /meditasi dan tapa brata yoga dan pada waktu hari kajeng kliwon biasanya menghaturkan banten segehan/blabaran dan mendalami ajaran-ajaran agama dan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Anak-anak yang bapak banggakan,..
Ilmu pengetahuan itu, sifatnya tidak seperti memakan cabai, sekarang dimakan sekarang pedas. Jadi sekarang kita belajar, tidak harus sekarang guna dari ilmu itu kita pergunakan, akan tetapi kelak dalam kehidupan yang akan kalian jalani lebih lanjut lagi.
Disamping belajar, siswa juga harus membiasakan diri untuk melaksanakan brata (pengendalian diri) sehingga tidak  melakukan tindakan-tindakan yang menyimpang dimana dapat membutakan mata hati dan pikiran kita dan agar tidak sampai melakukan tindakan yang tidak di inginkan .